Instagram icon Whatsapp icon Facebook icon Linkedin icon

Kesalahan Bisnis Dalam Menggunakan Teknik Upselling

by Lakuuu Team 2 September 2021

kesalahan-bisnis-dalam-teknik-upselling
Sebelum kita membahas kesalahan bisnis ketika menggunakan Teknik Upselling, ada baiknya kita mengingat kembali apa itu Upselling, dan apa perbedaan Upselling dengan Cross-selling

Upselling vs Cross-selling

Dari ilustrasi di atas, Sobat Lakuuu pasti sudah langsung dapat melihat perbedaan Cross-Selling dan Upselling. 

Upselling adalah praktek untuk mendapatkan nilai penjualan yang lebih besar dari sebuah lini produk/jasa yang sama. Contohnya adalah jika Sobat Lakuuu hendak membeli secangkir kopi di kedai kopi. Harga yang ditawarkan untuk secangkir kopi dengan ukuran kecil (Small) biasanya tidak berbeda jauh dengan harga secangkir kopi dengan ukuran sedang (Medium). Sementara ukuran cangkirnya tampak berbeda jauh. Hal ini membuat Sobat Lakuuu berpikir, lebih menguntungkan untuk Sobat Lakuuu jika membeli kopi ukuran sedang, karena perbedaan harga tidak banyak, dan Sobat Lakuuu bisa mendapatkan kopi lebih banyak. 

Cross-selling adalah praktek untuk mendorong nilai penjualan yang lebih besar dengan menawarkan produk/jasa lain yang dapat dipadukan. Contoh sederhananya ketika Sobat Lakuuu hendak makan di restoran cepat saji. Jika Sobat Lakuuu membeli makanan dan minuman secara terpisah, secara total akan lebih mahal dibandingkan kalua Sobat Lakuuu membeli makanan dan minuman tersebut dalam paket.


Kesalahan dalam melakukan Upselling

Berikut beberapa kesalahan yang sering terjadi Ketika melakukan Upselling.

  1. Tidak mengenal pelanggan

Ini merupakan kesalahan utama yang sering dilakukan oleh pelaku bisnis. Hal ini terjadi karena pelaku bisnis tidak atau kurang mendengarkan suara pelanggan, sehingga tidak mengetahui dengan baik apa yang sebenarnya diinginkan oleh pelanggan. Kurangnya pengenalan akan pelanggan juga menyebabkan pelaku bisnis tidak mengetahui apakah pelanggan mereka puas dengan produk/jasa yang mereka tawarkan ke pelanggan. Untuk dapat mengetahui hal ini, cara yang paling sederhana adalah untuk bertanya kepada pelanggan, bisa melalui survei, email follow up setelah pelanggan membeli produk, atau dengan fitur ulasan produk dimana pelanggan dapat menyuarakan pendapat mereka. 

Dengan mengenal pelanggan lebih baik, pelaku bisnis dapat membuat pelanggan menjadi lebih puas akan produk yang mereka tawarkan, dan pelanggan yang puas akan membawa manfaat ganda karena mereka akan lebih tertarik untuk membeli penawaran Upselling, dan juga akan menyebarkan pengalaman mereka ke orang lain.

2. Melakukan Upselling pada waktu yang tidak tepat

Upselling sedikit banyak merupakan seni, dan waktu yang tepat untuk melakukan upselling bisa berbeda untuk masing-masing pelanggan. Jika pelaku bisnis menawarkan upselling terlalu cepat, misalnya ketika pelanggan baru menimbang-nimbang untuk membeli sebuah produk, hal ini bisa membuat pelanggan merasa terganggu dan seakan-akan didorong untuk membeli produk dengan harga yang lebih tinggi. Jika pelaku bisnis menawarkan upselling di akhir ketika pelanggan melakukan konfirmasi pembelian, hal ini juga tidak baik karena pelanggan merasa seharusnya opsi ini ditawarkan sebelumnya. Jadi, saat yang tepat untuk melakukan upselling adalah ketika pelanggan sudah menunjukkan ketertarikan untuk membeli, dan sedang menimbang-nimbang opsi pembeliannya.

3. Tidak mengenali tren

Tren dalam hal ini mengacu pada tren pasar dan pengenalan behavior pelanggan yang baik. Jika pelaku bisnis sudah berhasil melakukan upselling untuk beberapa pelanggan, hal ini harus dijadikan pelajaran untuk meningkatkan upselling berikutnya sehingga hasilnya lebih baik lagi. Pelaku bisnis juga perlu peka akan trend di pasar, misalnya selama ini hanya menawarkan produk ukuran tertentu, tapi ternyata tren yang sedang berkembang di pasar adalah produk sejenis dengan ukuran berbeda. Hal ini perlu dijadikan masukan dalam melakukan upselling, sehingga upselling yang dilakukan lebih terarah.

4. Upselling terlalu tinggi

Salah satu kesalahan lainnya adalah mematok harga terlalu tinggi untuk penawaran Upselling. Contoh: Jika secangkir kopi ukuran kecil (200ml) dihargai IDR 41.000, dan kopi ukuran sedang (300ml) dihargai IDR 53.000, tentu kopi ukuran sedang tidak akan terlalu menarik bagi pelanggan karena perbedaan harga yang terlalu jauh. Lain halnya jika kopi ukuran sedang dihargai IDR 47.000. Pelanggan akan berpikir, dengan menambah IDR 6.000, dia akan memperoleh kopi jauh lebih banyak. Hal ini lebih menarik untuk pelanggan. Panduan umum dalam melakukan upselling adalah jangan memberikan harga lebih tinggi dari 25%. 

Selain harga, pelaku bisnis juga perlu menyampaikan nilai (value) yang didapatkan oleh pelanggan jika dia mengambil penawaran upselling tersebut. Dalam contoh secangkir kopi, pelaku bisnis dapat menonjolkan bahwa kopi ukuran sedang akan mendapatkan double shot espresso, dibandingkan dengan ukuran kecil yang hanya mendapat single shot espresso

5. Kurang menghargai customer loyalty

Terlepas apakah pelanggan mengambil penawaran upselling atau tidak, pelaku bisnis perlu tetap menghargai pelanggan yang membeli produk tersebut. Misalnya seorang pelanggan membeli secangkir kopi ukuran kecil secara rutin dan tidak pernah mengambil penawaran upselling ke ukuran sedang. Pemilik kedai kopi harus tetap menghargai pelanggan ini, entah dengan email sederhana untuk mengucapkan terima kasih, atau memberikan diskon kepada pelanggan ini. Bisa jadi gesture ini membuat si pelanggan mau mencoba untuk mengambil penawaran upselling, dan juga membagikan pengalaman baik ini ke orang-orang lain yang dia kenal.

Pada platform Lakuuu, sudah tersedia fitur-fitur yang memudahkan pelaku bisnis untuk dapat mengenali pelanggan mereka dengan lebih baik, mengatur varian produk dan harga per masing-masing varian, dan juga pengaturan discount untuk meningkatkan customer loyalty

Semoga dengan mengenali kesalahan-kesalahan yang umum terjadi, Sobat Lakuuu bisa mengantisipasinya, dan memanfaatkan peluang Upselling untuk lebih mengembangkan bisnis Sobat Lakuuu.