Instagram icon Whatsapp icon Facebook icon Linkedin icon

Apa itu Childfree Movement dan Dampaknya Terhadap Pasangan

by Lakuuu Team 19 October 2021

childfree-movement
Akhir-akhir ini, media sosial Indonesia dihebohkan dengan pernyataan salah seorang influencer Gita Savitri, yang mengatakan bahwa ia dan sang suami, Paul Andre memutuskan untuk tidak memiliki buah hati atau childfree.

Tentu saja, pernyataan suami istri ini jelas menimbulkan kontroversi. Muncul pihak pro dan kontra dengan keputusan yang diambil pasangan tersebut.

Lantas, apa yang dimaksud dengan childfree? Apakah ada dampak yang ditimbulkan dalam diri pasangan jika memutuskan untuk tidak memiliki seorang anak? Simak informasi selengkapnya berikut.

Apa yang dimaksud dengan childfree?


Sebenarnya, istilah childfree ini sudah ada sejak lama dan baru-baru ini populer di Indonesia, khususnya para milenial yang baru saja menempuh hidup baru dalam berumah tangga.

Menurut Oxford University, childfree adalah istilah yang digunakan saat pasangan yang menikah memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Di sisi lain, dalam agenda feminisme, childfree dianggap sebagai sebuah pilihan bagi para perempuan di seluruh belahan dunia untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.

Bagi Sobat Lakuuu yang belum memahami apa itu feminisme, feminisme adalah sebuah movement atau gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, dan mewujudkan kesetaraan gender antara pria dan wanita secara kuantitatif.

Kenapa Pasangan Memilih untuk Childfree?

Photo by Anastasiya Lobanovskaya from Pexels
Banyak faktor yang melatarbelakangi, mengapa pasangan memutuskan untuk mengambil jalan tidak memiliki buah hati di dalam kehidupan rumah tangga nya.

Sebagian besar akan mengatakan, bahwa mereka belum siap secara finansial. Mereka takut nantinya sang anak tidak tumbuh dengan baik, dan serba kekurangan.

Di lain kasus, baik dari sisi wanita ataupun pria, tidak mampu melakukan pembuahan, yang disebabkan karena adanya penyakit atau gangguan terhadap reproduksinya, atau penyakit-penyakit lain yang menghalangi kedua belah pihak tidak bisa memiliki keturunan.

Namun, tidak sedikit juga mereka yang memiliki finansial yang mencukupi dan sehat, memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Apakah tidak memiliki anak adalah sebuah keputusan yang egois? Tentu iya, jika salah satu dari kedua belah pihak memaksakan kehendak tersebut.

Namun, beda ceritanya, apabila pasangan tersebut memutuskannya secara bersama-sama, dengan pemikiran yang cukup panjang dan matang.

Kenapa Banyak Milenial Memutuskan untuk Childfree?

Photo by Jack Sparrow from Pexels
Sekarang, pertanyaan ini muncul ke permukaan, kenapa banyak dari generasi milenial yang memilih untuk tidak memiliki anak?

Ada beragam jawaban dari pertanyaan di atas. Pekerjaan atau mengejar karir adalah alasan utama yang sering dilontarkan. Ingin merintis karir, atau mengembangkan karir.

Di samping itu, generasi milenial lebih mementingkan pengalaman yang ingin mereka cari. Pengalaman ini bisa datang dari banyak hal, mulai dari pekerjaan atau bahkan dengan berjalan-jalan alias travelling.

Tentu saja, dengan memiliki anak, mereka tidak akan bisa bebas pergi kemana saja. Mereka harus memprioritaskan kenyaman dan keselamatan sang buah hati, sebelum berkunjung ke suatu tempat.

Di antara alasan-alasan di atas, ada satu alasan lain kenapa milenial akan berpikir dua kali untuk memiliki anak, yaitu pengalaman pribadi yang diceritakan oleh orang-orang di sekelilingnya.

Kita pasti sering mendengar “keluh kesah” dari para orang tua yang memiliki anak, baik dari rekan kerja, ataupun teman sebaya.

Dengan wajah yang kesal atau lelah, mereka cerita perkara anaknya yang susah diatur, atau sulit mendapatkan tidur karena mengurus anak, atau anak remajanya yang sedang di tahap pubertas dan tidak bisa dikasih tahu.

Semua cerita itu akan menimbulkan kesimpulan, bahwa memiliki anak “sangat merepotkan”.
 

Apa Dampak dari Childfree dan Apakah Childfree Perbuatan yang Salah?

Photo by Andre Furtado from Pexels
Tidak ada dampak yang cukup signifikan dari segi kebahagian antar pasangan.

Pasangan yang memilih childfree lebih cenderung memiliki pola pikir yang terbuka, tidak kaku, tidak konservatif, dan tidak tradisional. Mereka bergerak sesuai dengan perkembangan zaman.

Walau alasan utama melakukan childfree adalah karena permasalahan ekonomi, nyatanya banyak pasangan yang childfree justru datang dari pasangan dengan kondisi finansial yang bahkan lebih baik daripada pasangan rata-rata yang memiliki anak.

Dilansir laman Harvard Health Publishing menunjukkan, bahwa pasangan yang memiliki anak umumnya cenderung lebih banyak melakukan interaksi sosial.

Adanya undangan sekolah, hari orang tua, dan acara sosial yang melibatkan anak, seperti ekstrakurikuler, membuat para orang tua saling berinteraksi, sekaligus peluang yang baik untuk membangun jaringan pertemanan atau networking.

Tak hanya itu saja, saat orang tua sudah memasuki masa pensiun, maka akan ada seseorang yang mendukung dan menjaga mereka dengan sepenuh hati.

Baik memiliki anak ataupun memutuskan tidak memiliki anak adalah keputusan yang sama-sama benar, selama tidak ada salah satu pihak yang terpaksa.

Jika Sobat Lakuuu ingin childfree, diskusikan terlebih dahulu dengan pasangan. Jika saling setuju, maka utarakan keinginan ini kepada masing-masing pihak keluarga pria dan wanita, mengingat Indonesia memegang teguh pernikahan adalah menyatukan dua keluarga besar.

Intinya, setiap pasangan memiliki caranya sendiri untuk bisa bahagia. Apapun pilihan yang diambil, sebaiknya keluarga mendukung keputusan tersebut dan tetap saling menghargai.